Pernah mendengar tentang PLACEBO? Mungkin bagi rekan-rekan di medis dan kedokteran pernah mendengar dan melakukannya. Efek PLACEBO, adalah efek dari pikiran kita sendiri yang mampu menyembuhkan.
Placebo berasal dari kata kerja latin yang berarti “menyenangkan”. Maka dalam arti klasiknya, placebo adalah pengobatan tiruan. Biasanya berbentuk tablet gula-susu biasa yang dimiripkan pil sungguh-sungguh. Ia diberikan lebih demi tujuan menenangkan pasien daripada memenuhi kebutuhan organik yang didiagnosakan secara jelas.
Placebo adalah istilah medis untuk terapi baik dalam bentuk obat-obatan maupun prosedur-prosedur medis yang tidak memiliki bukti kegunaan bagi kesembuhan pasien. Placebo bukanlah obat palsu, tetapi ..obat atau tindakan medis yang “dipalsukan” oleh dokter yang diyakini memiliki dampak positif bagi pasien. Efek placebo menunjukkan bahwa kekuatan pikiran adalah faktor terpenting dalam fungsi tubuh manusia. Karena dengan kemampuan untuk menciptakan atau menghapuskan gejala dengan seketika, efek obat sebenarnya dapat digantikan oleh hanya dengan kekuatan keyakinan.
Efek ini benar terjadi, ketika saya mendapat pengalaman dari teman2dokter. Ada seorang dokter di Malang,mengatakan bahwa dia memiliki pasien yang ketika datang ke dia,harus selalu minta disuntik. Pada suatu saat teman dokter saya ini memberikan suntikan yang digantikan hanya dengan air mineral. Apa hasilnya ? Pasien ini dengan puas, mengatakan..”makasih dok badan saya sehat, vitamin yang dokter suntikkan benar mujarab”. Teman saya hanya geleng2 saja melihat pasien ini.
Kisah nyata lainnya, juga dari teman dokter yang pernah praktek di madura, dia bilang kalau orang madura itu maunya disuntik di dua sisi pantatnya (kanan-kiri) dan harus sakit. Kalau tidak merasa sakit, maka mereka belum puas dan merasa masih kurang sehat. Maka dari itu, setiap menyuntik pasien, dia selalu membuat terasa sakit sehingga semua pasiennya puas dan sembuh.
Itulah efek PLACEBO,mungkin anda juga pernah mengalaminya?
Efek PLACEBO yang terkenal di dunia antara lain :
Profesor Tony Dickenson melakukan suatu percobaan dengan memberikan kejutan listrik terhadap 6 orang mahasiswa. Mereka dibagi menjadi 2 kelompok, yang akan diberi 2 macam obat, yaitu obat pengurang rasa sakit dan obat penambah rasa sakit. Dengan level sengatan listrik yang sama, kelompok yang memakan obat penambah rasa sakit merasakan rasa sakit lebih dari sebelum mereka memakan obat. Sedangkan kelompok yang memakan obat pengurang rasa sakit dapat menahan rasa sakit lebih lama dan merasa bahwa sengatan listrik berkurang.
Tapi tahukah anda, bahwa ternyata mereka sama sekali tidak diberikan obat pengurang rasa sakit atau pun obat penambah rasa sakit. Kedua obat tersebut sebenarnya sama, yaitu hanyalah tepung dan gula yang diberi pewarna berbeda. Itulah yang disebut efek placebo. Lantas apa yang membuat mereka merasa lebih sakit atau berkurang sakitnya? Pikiran mereka lah yang membuat obat placebo tersebut bekerja seperti obat sesungguhnya.
Kisah lainnya adalah :
Selain contoh di atas, banyak sekali contoh yang ditemukan di sepanjang sejarah hingga saat ini yang mendokumentasikan kekuatan pikiran untuk penyembuhan. Percobaan placebo kali pertama dilakukan pada 1801. John Haygarth, seorang dokter abad ke-18 asal Inggris, menyatakan bahwa eksperimen tersebut dengan jelas membuktikan efek yang amat luar biasa dari suatu harapan dan keyakinan, antusiasme hanya berdasarkan imajinasi, dapat dilakukan pada suatu penyakit.
Di penghujung 1950-an, saat itu ada keyakinan bila pembedahan untuk mengikat arteri kelenjar susu dapat meredakan penyakit jantung. Untuk menguji efek placebo, beberapa pasien mengalami pembedahan lengkap sedang lainnya hanya menerima irisan di kulit, namun tidak dilakukan pembedahan lebih lanjut. Pada kedua percobaan, tingkat penyembuhannya sama. Pembedahan semacam ini pun lantas ditinggalkan.
Studi pada 1968 pada Pengobatan Psikosomatik menguraikan bagaimana suatu kesan dapat mempengaruhi serangan asma. Peneliti meminta pasien untuk menghisap substansi tanpa label yang diberitahukan pada mereka jika substansi tersebut akan mengganggu asma mereka untuk sementara. Ketika pasien menghisapnya, banyak yang mengalami serangan asma. Mereka mulai mendesah, kesulitan bernafas, dan terengah-engah meskipun substansi yang mereka hisap adalah larutan garam yang tidak berbahaya. Kemudian, peneliti memberi pasien tersebut “penawar racun” yang dibuat dari larutan garam yang sama persis, dan menyaksikan bila napas yang mendesah dan berat telah berhenti.
Pada 1983 wawancara dengan Bapak Terapi Tertawa, Normandia Cousins, membahas artikel di halaman depan LA Times tentang permainan sepak bola SMU di mana empat orang menerima makanan yang mengandung racun. Dokter yang menangani kasus ini tidak tahu dengan pasti penyebabnya, sehingga mengeluarkan pernyataan umum untuk menghindari mesin penjual soft drink. Saat pengumuman ini dibuat, 191 orang menjadi sangat sakit, dan pergi ke rumah sakit setelah mereka meminum soft drink dari mesin penjual otomatis.
Suatu studi di Sekolah Kedokteran Baylor, yang diterbitkan pada 2002 di Jurnal Kedokteran Inggris mengevaluasi tindakan pembedahan pada pasien penderita sakit lutut yang parah. Ketua tim penulis Dr. Bruce Moseley, mengetahui bila pembedahan lutut akan dapat membantu pasiennya. Semua ahli bedah mengetahui tidak ada efek placebo pada pembedahan. Tetapi Moseley mencoba untuk memahami bagian mana dari tindakan pembedahan yang meringankan pasiennya.
Para pasien dibagi menjadi tiga kelompok. Pada kelompok pertama, Moseley mengangkat tulang rawan yang rusak di lutut. Pada kelompok lain, dia membersihkan sendi lutut, menyingkirkan material yang dianggap menyebabkan efek peradangan. Kedua perawatan standar ini biasanya diberikan pada penderita encok lutut. Kelompok ketiga menjalani bedah pura-pura sebagai kontrol untuk membandingkan hasil pembedahan lainnya. Ketiga kelompok mendapatkan perawatan paska operasi yang sama, termasuk program pelatihan. Namun hasilnya sungguh mengejutkan. Kelompok yang menjalani tindakan pembedahan, seperti yang diharapkan, membaik. Tetapi kelompok yang mendapatkan pembedahan Placebo juga membaik seperti dua kelompok lainnya.
Program acara televisi secara nyata menggambarkan hasil yang mengundang perhatian. Acara tersebut menunjukkan anggota kelompok placebo sedang berjalan dan bermain basket, ketika melakukan hal-hal tersebut mereka menyampaikan tidak dapat melakukannya sebelum dilakukan tindakan pembedahan. Pasien dalam kelompok Placebo tidak mengetahui bila selama dua tahun mereka telah mendapat pembedahan pura-pura. Satu anggota kelompok Placebo, Tim Perez, yang berjalan dengan bantuan rotan sebelum pembedahan, kini mampu bermain basket dengan cucunya.
Saya jadi teringat, masalah gelang power balance (PB) yang sempat ngetren di kalangan remaja dan para eksekutif. Hampir semua teman saya menggunakan gelang PB. Mereka bilang,klo gelang ini mampu membuat mereka jauh lebih sehat dan segar, seperti david beckham yang ada di iklan PB itu. Luar biasa memang, mereka beralasan dalam gelang PB ada gelombang magnetic yang mampu membuat performa diri melejit dan lebih segar.
Tapi di awal tahun ini, pihak produsen PB ternyata mengakui sendiri kalau di gelang PB itu tidak ada khasiat apapun, berikut kutipannya “Kami mengakui bahwa tidak ada bukti saintifik yang kredibel untuk mendukung klaim kami dan hal tersebut termasuk perbuatan menyesatkan,” tulis produsen gelang Power Balance di situs webnya.
Ini adalah efek Placebo yang dimunculkan oleh gelang PB hasil iklan yang begitu luar biasa. Ada satu hal yang saya ingat lagi adalah tombol buka dan tutup di pintu LIFT. Bukankah pintu LIFT akan membuka dan menutup otomatis ,meskipun anda tidak menekan tombol itu. Memang otak kita tidak suka dengan sesuatu yang acak, otak kita selalu mencari sebab dan akibat. Sebab kita menekan tombol LIFT maka,pintu LIFT terbuka.
Efek PLACEBO sangat luar biasa, buat Anda yang saat ini masih terbawa efek Placebo, asal itu POSITIF nikmati saja dan yakini bahwa kekuatan terbesar kita ada di pikiran kita sendiri, bukan pada benda-benda sudah terlanjur membuat pikiran kita berefek Placebo.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ya, plasebo adalah zat yang terlihat menyerupai obat, tetapi sebenarnya netral dan tidak memiliki efek sama sekali. Dalam dunia medis, plasebo lebih sering digunakan dalam penelitian sebagai pembanding untuk mengetahui potensi suatu obat. Peneliti membagi subyek menjadi dua kategori: yang diberi obat sungguhan dan plasebo. Kemasan keduanya sama persis dan subyek tidak diberitahu apakah mendapat obat sungguhan atau plasebo.
Bentuk plasebo tidak sebatas pil yang ditelan, namun dapat juga berupa suntikan. Bisa saja “obat” plasebo yang disuntikkan hanyalah ialah air steril biasa.
Namun tak perlu khawatir, tidak ada rekayasa dalam penggunaan plasebo ini. Bila hendak dipakai dalam suatu penelitian, maka sang peneliti/dokter akan meminta persetujuan tertulis dahulu (informed-consent). Bahkan, tak jarang peneliti dan dokter adalah orang yang berbeda sehingga sang dokter pun tidak tahu mana obat sungguhan atau plasebo (double-blind). Dan, penelitian menggunakan plasebo pun tidak boleh sembarangan. Pasalnya, penyakit pasien haruslah masalah yang belum ada solusi standarnya sehingga tidak berbahaya (harm) bila toh mengonsumsi plasebo.
Terlepas dari perannya dalam penelitian, rupanya plasebo telah menarik minat kalangan dokter/ilmuwan. Karena isi obat plasebo adalah kosong, maka secara logika plasebo tidak akan menimbulkan perbaikan terhadap penyakit. Namun sebaliknya, cukup banyak hasil penelitian yang mengejutkan bahwa plasebo mampu memberikan hasilnya yang positif! Fenomena ini dinamakan efek plasebo.
Plasebo, secara harafiah berarti “I will please“, sebenarnya telah diperkenalkan sejak Abad ke-17 silam. Ada satu kutipan terkenal dari Thomas Jefferson yang bunyinya seperti ini:
“One of the most successful physician I have ever known has assured me that he used more bread bills, drops of coloured water, and powders of hickory ashes, than of all other medicines put together.“
Dan selang ratusan tahun kemudian, seorang ahli dari Harvard University bernama Richard Cabot mengatakan bahwa setiap dokter pasti pernah menggunakan plasebo,bread pills, suntikan air, dan sebagainya dalam pengobatan.
Hal tersebut jelas menuai kontroversi di kalangan dokter sendiri, boleh atau tidak bergantung pada efek plasebo. Dalam praktik medis, efek plasebo kebanyakan dipakai sebagai anti-nyeri serta mengatasi kecemasan/rasa khawatir. Karena statusnya masih tidak jelas, para peneliti pun kemudian menilik kembali studi-studi sebelumnya yang menggunakan pembanding plasebo. Mereka mengumpulkan, menelaah, dan mengolah data kembali untuk melihat apakah efek plasebo ini dapat dibuktikan secara ilmiah.
Salah satu penyakit yang disimpulkan mengalami perbaikan dengan plasebo ialah kepengapuran sendi. Disebut juga osteoartritis atau OA, kasus ini sering mengenai individu usia lanjut dengan keluhan utama nyeri serta kaku pada sendi. Penyakit ini sering dijumpai, dan secara sederhana terjadi akibat degenerasi rawan sendi (faktor usia dan beban mekanis tubuh). Oleh karenanya, OA paling sering ditemukan pada sendi lutut, jari tangan, tulang belakang, tulang leher, dan sebagainya. Hingga saat ini belum ada terapi yang efektif untuk OA; prinsip pengobatan hanyalah mengurangi gejala nyeri serta mencegah perburukan saja, tidak dapat mengembalikan struktur sendi yang rusak. Dengan demikian, penggunaan obat anti-nyeri masih menjadi senjata utama.
Adalah Prof. Weiya Zhang, Ahli Reumatologi dari Nottingham University, Inggris, yang melihat efek plasebo pada OA ini. Profesor Zhang mengumpulkan 198 studi-studi besar yang telah ada, lalu menyimpulkan bahwa plasebo memang efektif untuk OA. Penggunaan plasebo dinilai mampu memperbaiki keluhan nyeri, kekakuan, serta fungsi dari sendi. Analisis dan penjelasan Prof. Zhang tersebut telah dimuat di jurnal ilmiah Annals of the Rheumatic Disease tahun 2008.
Meski demikian, penjelasan di balik hasil tersebut dinilai belum memuaskan. Melanjutkan studi lima tahun silam tersebut, pada awal September 2013 baru-baru ini peran efek plasebo terhadap OA kembali diangkat oleh pakar reumatologi Nottingham University.
Dalam publikasinya, hal yang dinilai paling berperan dalam efek plasebo ini ialahekspektasi dan “pengkondisian” (conditioning) pasien terhadap penyakitnya. Sugesti dan penjelasan yang diberikan dokter disinyalir mampu menumbuhkan rasa percaya pasien terhadap obat yang diminumnya. Persepsi tersebut diduga mengaktifkan serangkaian mekanisme kompleks di otak yang menghasilkan zat-zat anti-nyeri alamiah dalam tubuh.
Tak berhenti pada plasebo saja, fakta menarik terkait persepsi ini pun terus dikembangkan oleh para peneliti. Mereka menemukan bahwa dengan isi yang sama, obat bermerek lebih efektif daripada generik. Obat yang lebih mahal juga ditemukan lebih efektif. Persepsi ini memang umum terjadi; mungkin saja Anda termasuk yang mempercayainya.
Di luar logika, warna obat pun dapat mempengaruhi efektivitas pengobatan! Bagi para penggila klub sepak bola berkaos biru, kapsul berwarna biru ditemukan lebih efektif dibandingkan warna merah. Ini semua jelas akibat persepsi sang individu terhadap penyakit dan obat yang diminumnya.
Adanya fenomena plasebo ini mengingatkan kita soal kekuatan pikiran (power of mind) terhadap kesehatan tubuh. Bagi sejawat dokter, fakta ini dapat memotivasi kita untuk lebih sering mendengarkan, menjelaskan, dan empati kepada pasien. Informasi dan komunikasi yang baik nisyaca menumbuhkan pemikiran positif bagi sang pasien. Dan bagi pasien, semangat dan pemikiran positif adalah obat manjur melawan penyakit. Percayalah pada dokter Anda (meski akhir-akhir ini kelihatannya sulit bagi pasien) dan tetaplah berpikir positif.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pengaruh Efek Placebo dan Nocebo Terhadap Pasien
“Apa yang akan membuat Anda sembuh?“ Tanya dokter suatu sore, setelah dua tahun terakhir saya masih juga kembali mengunjungi, lagi dan lagi.
“Obat dan pikiran, Dok!” jawab saya singkat.
„Iya, dua-duanya harus bekerja sama. Kita harus bekerja sama.“ Kata dokter Baum, menegaskan.
***
Pernah dengar istilah Efek Placebo dan Efek Nocebo? Dua istilah berseberangan ini sangat dekat dengan pengaruh seorang pasien. Placebo dalam bahasa latin berarti saya akan senang, namun jika dikaitkan dengan kesehatan, Efek Placebo ini sering juga disebut fake treatment.
Fake treatment, bukan berarti obat yang digunakan adalah palsu. Namun, lebih ke arah „sugesti“ yang dimiliki oleh seorang pasien dan pengaruhnya terhadap proses kesembuhan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa seorang pasien bisa menjadi sembuh dan sebaliknya karena sugesti. Ada yang merasa lebih baik karena makan obat tertentu padahal obat itu tidak bekerja dengan sempurna, ini yang disebut Efek Placebo (positif). Sebaliknya, karena sudah terlebih dahulu mengetahui efek kurang baik dari obat tertentu, seorang pasien merasakan gejala tersebut benar-benar terjadi dalam tubuhnya, ini disebut Efek Nocebo (negatif).
Karena alasan itu juga, seorang tenaga medis biasanya akan memilih kata-kata yang baik dan tepat saat menyampaikan hasil test laboratorium atau analisa kepada pasien. Seperti dikatakan Dr.Winfried Hauser, seorang peneliti Jerman tentang Efek Placebo, “Ini bukan hanya karena kekuatan kata negatif yang dipakai dokter dan perawat, tapi juga kekuatan pikiran negatif dan ketakutan pasien.”
Berangkat dari pemikiran ini, harapan memang memainkan peran dalam kesembuhan seseorang. Harapan sembuh bisa muncul saat si pasien berpikir positif bahwa obat akan bekerja dengan baik, bahwa dokter bisa menjadi perpanjangan tangan Tuhan memberi kesembuhan. Banyak study dilakukan untuk meneliti pengaruh Efek Placebo ini, dan sampai saat ini, selain penemuan medis yang semakin modern, apa yang dikatakan pemikiran terdahulu “Where there is hope, there is life.” masih tetap berlaku. Dan saya yakin, masyarakat kita yang dikenal sebagai masyarakat yang religius, tentu memegang pemikiran ini dengan baik. Harapan. (Semoga).
Dan rupanya… memberi harapan, menguatkan lewat kata-kata akan sangat berarti buat mereka yang memerlukan, sakit.
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.