Thursday, November 21, 2013

Skizofrenia



Ilustrasi jenis penyakit kejiwaan

Schizophrenia adalah penyakit mental yang mengganggu kemampuan seseorang untuk memahami realitas. Hal ini sering bingung dengan kepribadian ganda, yang itu sama sekali tidak mirip. Sebaliknya, orang-orang dengan skizofrenia dapat menderita delusi pemikiran yang dapat merusak perilaku dan kemampuan untuk hidup normal dan fungsional.
Penggambaran Schizophrenia sebagai jenis penyakit kejiwaan paling destruktif dapat dilihat di film Beautiful Mind yang dibintangi oleh Russel Crowe. Pada film tersebut bagaimana kehidupan John Nash, seorang peraih nobel bidang ekonomi pada 1994 menghadapi kehidupannya yang begitu bergejolak. Film berdasarkan cerita nyata ini cukup berhasil membuat banyak orang berpikir betapa jenis penyakit jiwa ini sangatlah sulit untuk dipahami.
Skizofrenia paling sering berkembang pada orang dewasa, setidaknya anak muda di akhir umur belasan. Hal ini sama umum di kalangan laki-laki dan perempuan. Sangat jarang, skizofrenia dapat terjadi pada anak usia dini.
Selain itu, skizofrenia onset terlambat dapat terjadi pada orang tua, mungkin berhubungan dengan dementia dari penyakit Alzheimer, meskipun hal ini tidak selalu terjadi. Paling sering, bagaimanapun, remaja yang lebih tua yang telah tampak relatif baik dan sehat akan mulai menunjukkan gejala penyakit ini. Gejala bervariasi dalam prevalensi dan ketekunan, dan merupakan cara untuk mendiagnosa berbagai jenis penyakit.

Gejala Terlihat

Gejala tersebut akan disusun dalam tiga kelas, positif, tidak teratur, dan negatif. Positif tidak mengacu pada "baik" dalam kasus ini. Gejala positif meliputi delusi dan halusinasi. Biasanya terpisah menjadi mereka keagungan dan orang penganiayaan delusi.
Mereka yang menderita skizofrenia mungkin percaya bahwa mereka tak terkalahkan atau semua-kuat dan dengan demikian tidak bisa terluka. Hal ini dapat menyebabkan mereka untuk bertindak dengan cara yang berbahaya bagi diri sendiri atau orang lain.
Sebaliknya, mereka yang terkena dampak mungkin percaya bahwa orang lain sedang merencanakan melawan mereka, atau bahwa ada kecenderungan subversif oleh orang-orang di sekitar mereka entah bagaimana membahayakan skizofrenia tersebut.
Halusinasi sering hadir dan delusi berkepanjangan bisa muncul. Pendeirta Skizofrenia mungkin mendengar suara-suara yang sebenarnya tidak ada. Mereka juga dapat melihat hal-hal yang tidak ada. Suara-suara tambahan atau visi dapat menyebabkan penderita skizofrenia merasa tak berdaya terjebak, karena ia tidak dapat membedakan antara apa yang nyata dan apa yang tidak nyata.

Efek Buruknya

Gejala Disorganized skizofrenia termasuk kesulitan berkomunikasi. Pidato mungkin terganggu atau tidak dapat dimengerti. Skizofrenia mungkin memiliki percakapan dengan seseorang hanya dia bisa melihat. Ekspresi vokal Gangguan ini sering disertai dengan gerakan berulang, mondar-mandir, atau berjalan di lingkaran.
Negatif tidak benar-benar berarti "negatif" melainkan "tidak ada." Skizofrenia mungkin memiliki nada datar yang menyatakan tidak ada kepentingan apapun dalam percakapan.
Pidato mungkin sangat hambar, dan benar-benar berarti sedikit. Ketidakmampuan untuk menindaklanjuti dengan kegiatan dan ketidaktertarikan terus-menerus dalam hidup mungkin ada.
Ada lima subtipe skizofrenia, berdasarkan pada tingkat keparahan atau kurangnya satu gejala di atas. Penderita skizofrenia katatonik tampaknya bergerak sangat sedikit, dan sebagian besar menunjukkan apa yang kita akan istilah gejala tidak teratur.
Skizofrenia Teratur cenderung memiliki gejala terutama negatif dan tidak terorganisir. Skizofrenia paranoid ditandai dengan gejala positif dan kurangnya gejala tidak teratur atau negatif. Skizofrenia residual memiliki gejala positif pada intensitas rendah. Skizofrenia dibeda-bedakan menunjukkan gejala positif, tetapi tidak menunjukkan gejala negatif atau tidak teratur total.

Pengobatannya

Dalam banyak kasus, schizophrenia dapat merespon dengan baik untuk terapi obat. Sering kali, ketika orang-orang dengan skizofrenia yang pertama kali didiagnosis, mereka mungkin memerlukan rawat inap psikiatri untuk memulai rejimen pengobatan awal dan membantu menstabilkan kondisi mereka.
Obat, seperti anti-psikotik, dapat membantu meringankan beberapa gejala tapi tidak semua gejala. Pasien juga diajarkan untuk mengenali bahwa otak masih akan menghasilkan beberapa gejala positif, dan bahwa ini harus diabaikan.
Setelah beberapa gejala berada di bawah kendali, orang-orang dengan skizofrenia memerlukan terapi yang sedang berlangsung dan dukungan, seringkali menggunakan teknik perilaku kognitif untuk membantu mengatasi apa yang akan menjadi penyakit seumur hidup.
Tidak ada obat khusus untuk skizofrenia, ada hanya metode untuk membantu mengurangi gejala dan mengatasi kondisi tersebut. Untuk sekitar 1/3 dari semua pasien, bahkan metode ini tidak dapat memberikan bantuan yang cukup untuk berfungsi dalam masyarakat, dan beberapa orang dengan bentuk yang sangat berat dari skizofrenia akan memerlukan perawatan seumur hidup atau rawat inap.
Sayangnya, sebagian besar anti-psikotik obat dapat memiliki jangka panjang yang signifikan efek samping, menyebabkan obesitas, perbedaan gaya berjalan, dan seperti gejala Parkinson setelah lama digunakan. Para peneliti sedang mencoba untuk mengembangkan obat baru dan metode penyampaian yang dapat membuktikan lebih efektif, namun penyakit ini tetap menjadi salah satu tantangan untuk mengobati dan tinggal bersama.

Genetik

Schizophrenia ini juga merupakan jenis penyakit jiwa yang dapat diturunkan. Penyebab lainnya adalah karena adanya tekanan jiwa yang tak tertahankan dan fiisiologi otak. Orang yang menderita schizophrenia tidak dapat mengekpresikan emosinya dengan baik, cenderung menutup diri dari pergaulan dan tidak responsif. Penyakit jiwa ini bersifat kronis dan dapat menyerang siapa saja. Melihat kehebatan dampaknya, penyakit ini dapat dikatakan penyakit jiwa yang paling merusak (destruktif).
Remaja yang mengalami penyakit ini biasanya akan sangat bermasalah. Kemampuannya untuk berkonsentrasi sangat buruk dan daya berpikirnya pun sangat rendah. Kalau remaja lain berkembang menjadi lebih kritis dalam melihat permasalahan di sekelilingnya, remaja penderita schizophrenia tidak mempunyai kemampuan seperti itu. Mereka tidak mampu berpikir secara abstrak atau menyelesaikan masalah dengan bijak.
Bagi penyandang penyakit ini yang sudah dewasa, biasanya akan mengalami kesulitan dalam bekerja. Mungkin akan berganti pekerjaan berkali-kali karena dipecat. Dalam satu bulan mereka bisa dipecat berkali-kali. Padahal mungkin pekerjaan mereka bukan pekerjaan yang memegang peranan penting di suatu perusahaan.
Selain karena kesulitan bergaul dan memusatkan perhatian, para penyandang schizophrenia suka mengamuk. Oleh karena itulah, dari sebuah penelitian menyatakan bahwa 65% penderitanya memilih untuk tidak pernah menikah.

Berhalusinasi

Seperti yang diperlihatkan di film Beautiful Mind dimana John Nash sering kali berhalusinasi dan merasa ada yang mau membunuhnya, dalam dunia nyatapun, halusinasi yang dialami para penderita schezophrenia akan terus mengganggu kehidupan sosialnya. Sulit sekali untuk mampu memahami orang-orang dengan penyakit ini.
John Nash adalah contoh nyata bahwa penyakit ini bisa disembuhkan dan mantan penderitanya masih tetap bisa melakukan hal-hal yang membanggakan bagi keluarga dan lingkungannya. Bagaimanakah pengobatannya?
Karena ini merupakan penyakit otak, maka yang paling memang kunci dalam pengobatannya adalah obat-obatan antipsikotik, Selain itu, perlakuan yang tidak berlebihan terhadap penderitanya dapat mempercepat penyembuhan.
Keluarga penderita tak harus malu atau menyingkirkan anggota keluarga yang mengidap penyakit schizophrenia ini. Berikan perhatian yang tidak berlebihan tapi jangan juga mengkritiknya habis-habisan. Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia(KPSI) adalah sebuah komunitas pendukung Orang Dengan Skizofrenia (ODS) dan keluarganya. Langkah penyembuhan yang berkesinambungan akan membuat penderitanya sembuh lebih cepat.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Skizofrenia merupakan penyakit gangguan jiwa berat yang mengungkung pikiran penderita dengan berbagai ilusi dan delusi.

Seperti pengalaman yang dialami Lilik Suwardi (34), yang didiagnosa mengalami skizofrenia ketika berusia 20 tahun. Awalnya pemuda ini tak tahu, ilusi yang kerap dialaminya merupakan gejala skizofrenia.

"Saya selalu merasa orang di sekitar saya mengejek, menghina, bahkan meludahi saya. Walaupun saya tidak kenal orang itu," kata Lilik yang aktif di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) ini. 

Lilik juga merasa setiap suara bervolume besar dan diungkapkan dengan kasar.  Dia mencontohkan suara sendok, terdengar seperti orang menggedor tembok. Lilik bahkan hanya makan satu kali sehari menggunakan tangan supaya tidak mendengar suara sendok

Ilusi ini membuatnya stres dan ketakutan setiap waktu. Lilik tak pernah merasa tenang sekalipun di rumah sendiri. Pertemuan dengan wajah yang tidak asing, misalnya keluarga, justru membuat penyakit ini semakin parah. Akibatnya Lilik sempat menggelandang dan tidur di masjid setiap malam supaya bertemu wajah baru. 

Pengobatan yang dilakukan sejak 2002 juga bukannya berjalan tanpa hambatan. Masih adanya anggapan skizofrenia adalah penyakit akibat roh jahat, membuat Lilik berulang kali dibawa ke paranormal. Belum lagi bila Lilik lupa minum obat.

"Kalau ditotal saya sudah dirawat 7 kali di 4 rumah sakit berbeda di Jakarta dan Bogor. Kalau sudah dirawat saya merasa lebih baik, tidak lagi ada ilusi dan perasaan tertekan berkurang," kata Lilik.

Butuh waktu lumayan panjang baginya untuk mencapai kesembuhan. Setelah empat tahun sejak menjalani pengobatan, baru di tahun 2006 Lilik mulai sanggup melakukan aktivitas pribadi, seperti makan dan buang air, tanpa bantuan orang lain. Pada tahun 2008 Lilik baru bisa beraktivitas normal dan melakukan kontak sosial dengan tenang. 

Skizofrenia juga dihadapi putra sulung Vin (47), Ari (22), bukan nama sebenarnya. Vin tak pernah menyangka anaknya yang pendiam, penurut, dan pintar ternyata mengalami skizofrenia.

"Saya kaget sekali teman Ari menelpon dan mengatakan seharian dia tidak di kampus. Temannya juga mengatakan anak saya sering duduk diam di pojok dan tidak melakukan apa-apa dalam waktu yang lama," kata Vin. Saat itu Vin segera menyusul anaknya yang sedang kuliah di Bandung.

Vin mengatakan dirinya merasa Ari mengalami gejala sama seperti di tokoh utama di film The Solois ditontonnya. sehingga ia lebih siap dan bisa menerima dengan lapang dada ketika dokter mendiagnosis hal yang sama. 

Ari, kata Vin, selalu merasa orang lain mengejek dan akan membunuhnya. Dalam diamnya, Ari semakin larut pada rasa curiga.

Ari mulai menjalani pengobatan pada 2010. Selama pengobatan ia dibantu dokter, keluarga, dan teman, agar mengalami perubahan pola pikir. Vin mengatakan, rasa curiga perlahan dihapus dan diganti dengan pikiran positif. Ari juga diajak menghadapi rasa takut. 

"Bagaimanapun saya beruntung karena Ari adalah anak yang bertanggung jawab dan mau berusaha. Keinginan yang besar untuk menyelesaikan kuliah, memacu Ari untuk segera sembuh," kata Vin. 

Ari juga didukung keluarga yang tidak malu mengakui skizofrenia yang dialaminya. Keterbukaan inilah yang kemudian mengundang dukungan dari kerabat dan teman untuk Ari, agar segera sembuh.


Penyebab belum jelas

Penyakit skizofrenia sendiri sampai sekarang masih menjadi misteri. Belum jelas apa yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi dopamin pada otak manusia, hingga mengakibatkan skizofrenia.

"Stres dan depresi bisa jadi pemicu, tapi bukan penyebab. Memang ada faktor keturunan, tapi sangat sedikit, mungkin hanya satu persen," kata dr.Bambang Eko Sunaryanto, Sp.KJ (K), Direktur RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat, Malang, Jawa Timur. 

Skizofrenia pada umumnya diderita orang usia 16-25 tahun. Bambang menjelaskan, penyakit ini sebenarnya bisa dideteksi ketika anak masih usia sekolah dasar. 

Bambang menyarankan orangtua memberi perhatian pada anak yang 'terlalu.' Misalnya terlalu baik, pendiam, penurut, dan tidak banyak tingkah. Dikhawatirkan tingkah anak yang terlalu tenang merupakan dampak dari produksi hormon yang tidak seimbang dan mengakibatnya munculnya ilusi atau delusi.

Skizofrenia, menurut Bambang, bisa dicegah. "Yang pertama diperhatikan adalah dalam pengasuhan. Bila anak diasuh orangtua yang mengalami gangguan jiwa, maka anak akan mengalami hal yang sama," kata Bambang. 

Selanjutnya, anak harus diberi sedikit stressor atau tekanan sehingga mudah beradaptasi dalam berbagai kondisi. Anak juga bisa menghadapi kesulitan dan tidak mudah menyerah.

Orangtua juga sebaiknya tidak terlalu banyak melarang anak. Larangan akan menyebabkan anak mudah curiga, takut, dan sensitif. Anak seperti ini mudah stres yang kemudian memicu skizofrenia.

Penyakit skizofrenia bisa disembuhkan, baik dengan oral maupun injeksi ditambah psikoterapi. Tujuan pengobatan adalh mengurangi gejala psikotik, mencegah kekambuhan, meningkatkan kualitas hidup, dan mengembalikan kehidupan pribadi, sosial, dan profesional pasien.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Gangguan yang sekarang kita kenal sebagai skizofrenia ini marak diperbincangkan di masyarakat. Namun, banyak dari kita tidak tahu apa sebenarnya skizofrenia itu. Dalam beberapa kasus, penderita kelainan ini dianggap kerasukan setan, ditakuti, disiksa, diasingkan atau bahkan dikurung selamanya.

Seperti kebanyakan gangguan mental lainnya, penyebab skizofrenia masih belum tersaji secara jelas. Kebanyakan orang membayangkan penderita skizofrenia sebagai seseorang yang rentan dengan kekerasan atau sikap tidak terkontrol. 

Salah satu jenis yang paling jelas dari kerusakan yang disebabkan oleh skizofrenia melibatkan bagaimana cara seseorang berpikir. Individu dapat kehilangan kemampuan berpikirnya secara rasional dalam mengevaluasi lingkungan dan cara berinteraksi dengan orang lain. Mereka kerap memercayai hal-hal yang tidak benar, dan mungkin mengalami kesulitan menerima apa yang mereka lihat sebagai realitas "yang benar".

Skizofrenia lebih sering meliputi halusinasi dan/atau delusi, yang mencerminkan distorsi dalam persepsi dan interpretasi tentang realitas. Hampir sepertiga dari mereka yang didiagnosis dengan skizofrenia akan mencoba bunuh diri. Sekitar 10 persen dari mereka yang didiagnosis dengan kelainan ini akan bunuh diri dalam waktu 20 tahun dari awal munculnya gangguan ini. 

Pasien skizofrenia tidak mungkin berbagi niat bunuh diri mereka dengan orang lain. Risiko depresi tentu memerlukan perhatian khusus karena tingginya tingkat bunuh diri pada pasien dengan kelainan ini. Mereka juga kerap melakukan hal-hal yang dianggap aneh oleh orang lain. 

Misalnya, orang dengan skizofrenia dapat bertindak paranoid seperti membeli beberapa kunci untuk pintu mereka, selalu melihat ke belakang setiap kali berjalan di depan umum, dan menolak untuk berbicara di telepon. 

Perilaku ini mungkin dianggap tidak masuk akal dan tidak logis. Tetapi, bagi mereka yang menderita skizofrenia, perilaku ini mungkin mencerminkan reaksi yang wajar atas keyakinan palsu mereka tentang orang lain di luar sana yang ingin berbuat jahat pada mereka.

Timbulnya skizofrenia pada kebanyakan muncul secara bertahap yang umumnya terjadi pada tahap dewasa awal - biasanya di awal 20-an. Kerabat dan teman sudah dapat melihat tanda-tanda peringatan dini jauh sebelum gejala utama skizofrenia terjadi pada pasien. Selama fase awal, seseorang mungkin terlihat tak memiliki tujuan hidup, menjadi semakin eksentrik dan tidak termotivasi. Mereka akan mengisolasi diri dan mulai menghindari keluarga dan teman-teman mereka. 

Berikut adalah tanda-tanda yang menunjukkan seseorang mengalami skizofrenia, seperti dilansir psychcentral.com.

1. Mengisolasi diri atau menarik diri dari pergaulan sosial
2. Irasional, mengatakan atau meyakini sesuatu yang aneh atau ganjil 
3. Peningkatan paranoia atau mempertanyakan motivasi orang lain 
4. Mudah emosi
5. Permusuhan atau kecurigaan
6. Peningkatan ketergantungan pada obat-obatan atau alkohol (dalam upaya untuk mengobati diri)
7. Kurangnya motivasi
8. Berbicara dengan cara yang aneh tidak seperti diri mereka sendiri
9. Sering tertawa pada waktu yang tidak tepat
10. Insomnia atau susah tidur
11. Penurunan dalam penampilan pribadi dan kebersihan

Meskipun tidak ada jaminan bahwa seseorang yang mengalami satu atau lebih gejala-gejala di atas menderita skizofrenia, sebelas tanda di atas bisa menjadi acuan untuk mengenali apakah ada gangguan yang diderita seseorang.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Skizofrenia adalah gangguan mental yang umumnya muncul pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Namun, ia dapat muncul setiap saat dalam kehidupan. Ini adalah salah satu  dari banyaknya penyakit otak. Penyakit ini dapat meliputi delusi, kehilangan kepribadian, kebingungan, agitasi, penarikan sosial, psikosis, dan perilaku aneh.
Kata skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, skhizein berarti untuk membagi dan kata Yunani phrenos atau phren yang berarti diafragma, hati, pikiran, jiwa. Pada 1910, psikiater Swiss, Eugen Bleuler (1857-1939) menciptakan istilah skizofrenia dalam sebuah kuliah di Berlin pada 24 April 1908.
Berdasarkan Medical News Today, skizofrenia adalah gangguan otak yang rumit, kronis, parah, dan melumpuhkan serta terjadi pada sekitar 1% dari seluruh orang dewasa secara global. Para ahli mengatakan skizofrenia terdiri dari banyak penyakit yang menyamar sebagai satu penyakit. Penelitian juga menunjukkan skizofrenia mungkin merupakan hasil dari kerusakan saat perkembangan saraf di otak janin, yang di kemudian hari muncul sebagai penyakit yang bagaikan sebuah ledakan.
Kondisi Mental Penderita
Skizofrenia paling sering menyerang pada usia produktif  antara 15 sampai 25 tahun, dan sekitar 25-35% terjadi pada perempuan. Dalam banyak kasus skizofrenia, gangguan berkembang sangat lambat sehingga penderita tidak tahu bahwa ia memiliki penyakit tersebut dalam waktu yang lama. Sementara, pada beberapa orang lainnya gejala dapat menyerang dengan tiba-tiba dan berkembang dengan cepat.
Individu dengan skizofrenia mungkin mendengar suara-suara yang sebenarnya tidak ada, bahkan mengalami waham (keyakinan yang salah). Beberapa mungkin yakin bahwa orang lain membaca pikiran mereka, mengontrol bagaimana mereka berpikir, atau berencana melawan mereka. Hal ini menyebabkan distres berat pada pasien, yakni kondisi dimana stres berdampak negatif dan dapat menghancurkan. Ini terjadi terus-menerus dan membuat mereka menarik diri (misalnya menghindar ataupun kabur dari rumah) dan panik.
Orang lain mungkin merasa sulit untuk memahami apa yang penderita skizofrenia bicarakan. Dalam beberapa kasus, individu dapat menghabiskan berjam-jam untuk benar-benar diam, tanpa bicara. Pada kesempatan lain ia mungkin tampak baik-baik saja, sampai mereka mulai menjelaskan apa yang sebenarnya mereka pikirkan.
Dianggap Kesurupan
“Karena saya suka teriak, ngamuk, marah-marah sendiri, waktu itu satu-satunya penjelasan, ya, saya dianggap kesurupan,” ujar Eriva, salah satu penderita skizofrenia.
Saat mengalami delusi, halusinasi, atau paranoid, penderita merasa seperti ada pihak lain di hadapannya yang mengancamnya, meski pada kenyataannya itu tidak benar. Maka ia bisa bicara sendiri, teriak, menangis, atau bahkan mengamuk, itulah yang dialami Eriva sejak sekolah dasar.
Besar dari keluarga pas-pasan di Jakarta, orang tuanya berkali-kali membawanya ke berbagai sumber nonmedis. Orang pintar, tabib di segala penjuru dikunjungi demi kesembuhan Eriva, beitu pula segala macam jamu dan jampi dicoba.
“Tiap kumat saya dilumuri ramuan bawang putih seluruh badan, sampai sekarang saya masih ingat rasa pahit dan panasnya,” kata ibu dari empat orang anak ini.
Stigma Orang Gila
Masyarakat kita cenderung memberi stigma orang gila pada penderita skizofrenia. “Gangguan jiwa berat artinya penderita mengalami gangguan dalam fungsi sosial dengan orang lain, serta dalam hal fungsi kerja sehingga tidak produktif,” kata Dr. Tun Kurniasih Bastaman, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Indonesia.
Kebanyakan orang Indonesia cenderung menyederhanakan pengertian tersebut dengan menyebut penderitanya sebagai ‘gila’, karena adanya dampak penderita yang kerap berubah temperamen dalam waktu singkat.
“Informasi tentang kesehatan jiwa lambat berkembang karena kentalnya stigma di tengah masyarakat kita tentang anggapan gila. Orang malas cari informasi yang benar tentang penyakit ini, karena belum-belum sudah dicap, oh itu orang gila,” kata dokter yang juga berpraktek di Rumah Sakit Jiwa Dharmawangsa ini.
“Informasi baru diketahui sampai biasanya setelah penderita atau orang terdekatnya mencari-caari jawaban kesana-kemari, dan bisa berlangsung bertahun-tahun setelah menguras kesehatan, waktu dan biaya,” tambahnya.
Dengan 237 juta penduduk, Indonesia saat ini memiliki 616 psikiater, atau dengan kata lain seorang ahli jiwa untuk 400.000 penduduk. Ini sangat jauh dari perbandingan ideal layanan kesehatan mental, yakni 1 psikiater untuk 30.000 penduduk, berdasarkan laporan BBC Indonesia 2011.
Dampak Sosial
Skizofrenia tidak hanya mempengaruhi penderita, tetapi juga keluarga, teman dan masyarakat. Orang-orang dengan skizofrenia akan sangat bergantung pada orang lain, karena mereka tidak dapat melakukan pekerjaan ataupun merawat untuk diri mereka sendiri.
Menurut Institut Kesehatan Mental Nasional di AS (NIMN), pengobatan dapat membantu meringankan banyak gejala skizofrenia. Namun, mayoritas pasien dengan gangguan tersebut harus mengatasi gejala seumur hidupnya. Tapi ini tidak berarti bahwa orang dengan skizofrenia yang menjalani pengobatan tidak dapat menjalani hidup dengan bahagia, produktif dan bermakna bagi dirinya atau komunitasnya (skizofrenia.co.id).

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.